MENJADI PAHLAWAN SUPER


Mataku langsung tertuju pada sebuah berita yang tertulis dalam sebuah koran lokal pagi ini. Aku tercengang. Mengapa mereka tega berbuat hal sekeji itu? ataukah aku yang terlalu naif memikirkan dunia tanpa kejahatan? Andaikan saja ada pahlawan super, entah itu Super Man, Thor, ataupun Wonder Woman, pasti orang-orang jahat itu telah lenyap dibawa ke penjara khusus di suatu tempat paling terpencil di bumi ini. Namun itu hanyalah hayalan dari sekumpulan harapan orang-orang sepertiku, yang menginginkan dunia damai tanpa terkecuali dengan menggantungkan harapan pada sekelompok pahlawan yang memiliki kekuatan super. Ini sangat konyol. Pahlawan super itu tidaklah nyata dan hanya membuat harapan anak-anak semakin menjadi-jadi kepada mereka. Dan aku, yang sudah bukan anak-anak lagi, dengan bodohnya masih saja timbul harapan pada pahlawan-pahlawan super itu. sekalipun pahlawan super memang ada, namun tentu saja akan muncul musuh yang super juga. Musuh yang memiliki kekuatan diatas manusia normal, yang menjadi lawan seimbang bagi pahlawan super itu. Selama kita masih hidup di dunia ini, baik dan buruk, terang dan gelap, selalu berjalan bersamaan. Begitu pula dengan imajinasi manusia, yang mampu menciptakan cerita tentang pahlawan super penyelamat dunia, namun menciptakan juga musuh super penghancur dunia.

“Miley, apakah kamu sudah? Makanan sudah siap”
suara ibuku terdengar dari dapur dan membuatku berhenti berpikir tentang dunia hayalan dan pahlawan super.

“iya bu, sudah”
Sahutku sambil meletakkan kembali koran yang ku pegang sedari tadi di meja tamu lalu merapikan kemeja merah muda yang kupakai dan segera berjalan menuju dapur untuk sarapan.

“Noah, kamu harus lebih berhati-hati lagi dalam berteman. Terutama pada orang asing. Sudah banyak kasus yang terjadi tentang kekerasan terhadap anak, bahkan mereka berbuat hal-hal yang menjijikan”
kataku sambil memegang roti tawar di tangan kiri dan mengoleskan nutela dengan pisau yang kupegang di tangan kanan. Wajah adikku tampak datar.

Aku tak ingin gunakan kata-kata seperti percabulan atau yang lainnya, mengingat adikku yang baru kelas 3 SD. Namun setiap hari aku dan ibuku selalu menasehatinya agar berhati-hati dalam berteman. Memang agak susah dalam menasehatinya, karena ia lebih suka mendengar nasehat dari ayah. Namun, itulah resiko menjadi anak seorang tentara. Ayah kami sedang ditugaskan ke Lebanon, dan membuat adikku sangat bersedih. Itu hanya soal jarak. Ayah kami selalu menelepon jika ada waktu senggang dan memberi kabar dan memberitahu bahwa dirinya baik-baik saja. Ayah adalah pahlawan super yang nyata bagiku. Ia menjaga perdamaian dunia bersama para tentara-tentara yang lain, walaupun sebenarnya mereka hanyalah manusia biasa tanpa kekuatan super. Aku yang sedang mengunyah roti berselaikan nutela, tiba-tiba terpikir seperti itu. bagaimana menjadi seperti ayah, yang notabene hanyalah manusia biasa namun mampu menjaga dan menyelamatkan dunia? Bukan menjadi tentara seperti ayah, melainkan menggunakan cara yang lain. Cara yang jauh dari seragam loreng dan senjata api.

Waktu luang di kampus aku isi dengan menjelajahi sosial media, berbeda dengan kebanyakan temanku yang mengisinya dengan berdiskusi pelajaran, membaca buku, atau berkumpul untuk bergosip. Tiba-tiba aku melihat sebuah postingan di Instagram yang mengajak orang-orang muda untuk melakukan aksi sosial kepada anak-anak yang menjadi korban kekerasan fisik maupun seksual. Yah! Ini dia! Aku sumringah. Ini adalah salah satu solusi bagiku untuk mencoba menjadi ‘pahlawan super’ dengan mendatangi anak-anak yang menjadi korban kekerasan, sama seperti yang kubaca di koran tadi pagi. Tanpa berpikir panjang, akupun dengan segera mendaftarkan diri dengan menghubungi nomor yang telah disediakan. Aku terkejut, ternyata respon mereka sangat cepat. Mereka langsung membalasku! Mereka lantas mengundangku ke pertemuan perdana yang akan diadakan sore ini di kafe seberang jalan dekat rumahku.

Kuliah yang sangat membosankan telah selesai. Aku yang sedari tadi hanya mengingat pertemuan di kafe bersama orang-orang baru langsung beranjak pulang ke rumah.

“Mau kemana?”
Tanya ibuku dengan suara yang kurang jelas, karena didominasi oleh suara mixer yang nyaring. Ibuku sedang sibuk mempersiapkan kue kering untuk natal, tradisi yang sudah ada pada setiap hari raya di negeri ini.

“Mau pergi ke kafe di seberang jalan sana, ma. Aku akan bergabung bersama mereka melakukan kegiatan sosial pada anak-anak korban kekerasan”
Jawabku setengah berteriak, sambil memperlihatkan postingan mereka di Instagram seperti yang aku lihat tadi di kelas.

“iya, hati-hati ya, jangan pulang larut”
Kata ibu yang masih memegang mixer.

“Oke!”
Sahutku sambil berjalan keluar rumah, mengenakan setelan kasual dengan kaos oblong putih polos dengan jeans biru yang ada robeknya, motif anak jaman now. Setelah sampai disana, aku melihat sekitaran ada 15 orang yang berkumpul dengan menggabungkan empat meja sekaligus. Pasti mereka orangnya. Aku mengubungi nomor yang telah membuat janji denganku, dan ternyata benar. Aku duduk di tengah-tengah mereka dan mulai berbicara cara membantu anak-anak itu dengan memberi sedikit kebahagiaan bagi mereka.


“Natal sudah dekat, bagaimana kalua kita membagi-bagikan bingkisan selayaknya santa claus?”
Jawabku, saat mereka bertanya usulan dariku.

“ya, aku setuju dengan Miley!”
Suara Liam, teman yang baru aku kenal 30 menit yang lalu, dan diikuti suara yayaya dari teman-teman baru yang lain. Akhirnya mereka memutuskan untuk memakai usulanku, dan kami mulai menyusun rencana untuk melakukan peggalangan dana.
Satu minggu telah berlalu dan kami semakin kompak saja, berkat kegiatan penggalangan dana yang membuat kami menjadi lebih dekat. Dana telah terkumpul, bahkan melebihi dari yang di targetkan. Kami lantas mengunjungi toko boneka santa di Mantos, yang sedang diskon. Lalu kami membeli boneka santa sejumlah 100 buah untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak itu.

Hari yang dinanti-nantikan telah tiba. Kami tim yang terdiri dari 15 orang anak muda pergi mengunjungi setiap rumah-rumah yang sudah tertulis di list buku kami untuk membagi-bagikan boneka santa kepada anak-anak korban kekerasan. Mereka terlihat sangat bahagia. Raut muka di anak-anak itu menunjukkan mereka sangat bahagia. Akupun sangat bersyukur karena bisa membuat mereka sebahagia ini. Sambil membagi-bagikan boneka, kami juga memberikan semangat dan motivasi kepada mereka dan orang tua mereka. Akhirnya aku bisa terlihat seperti pahlawan super bagi anak-anak itu. Kami memutuskan akan terus melakukan kegiatan-kegiatan sosial untuk membantu sesama secara rutin, dan semoga nantinya akan berjalan dengan lancar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEKURANGANKU

DARI LAUT YANG MENGUDARA

IKO GERGANTANG, MANYASAL KABLAKANG