IKO GERGANTANG, MANYASAL KABLAKANG


Akhirnya aku terjatuh, terkulai lemas namun masih besar harapan dan semangat untuk bangkit. Teman-teman kantorku mulai berdatangan untuk memberikan motivasi dan berdoa bersama demi kesembuhanku.

“Apakah yang kamu rasakan selama ini, Nik?”
Tanya Fila, teman sekantorku.

“Aku dan kasur putih ini tak bisa terpisahkan, dindinng-dinding putih yang polos ini tak dapat luput dari pandanganku. Aroma alkohol dan obat-obatan sudah kebal dalam hidungku. Kulit tanganku sudah mati rasa dengan jarum-jarum. Aku tak bisa lagi kembali bekerja dengan giat, bersama kalian seperti semula. Badanku yang terus membesar ini semakin membuatku kesulitan untuk bergerak. Semula aku hanya kesulitan mendapatkan ukuran baju yang pas, namun perlahan-lahan aku mulai susah untuk berjalan dan kehilangan keseimbangan untuk berdiri. Akupun berusaha pergi ke kantor menggunakan kursi roda, menahan malu yang selalu kalah akan semangatku. Sekarang, untuk duduk saja susah. Aku hanya bisa memandang kalian dari tempat tidur ini”

Aku sungguh menyesal, benar-benar menyesal. Kebiasaanku yang selalu makan makanan berat di setiap acara dan kebanyakan pada malam hari yang diselenggarakan di tempat ini menjadi alasan utama mengapa aku terbaring disini. Penyakit hipertensi dan jantung koroner yang belakangan baru ku ketahui juga akibat kebiasaan burukku itu. Dokter mengatakan penyebabnya adalah karena terlalu sering mengkonsumsi makanan berat tanpa diimbangi dengan aktifitas fisik, sehingga makanan yang seharusnya bisa menjadi energi, kini tersimpan sebagai lemak. Seiring berjalannya waktu, lemak tersebut tidak lagi tersimpan dalam perut, lengan atas, paha, dan bagian tubuh lainnya, melainkan lemak tersebut telah membungkus jantung, dan mempersempit ruang gerak jantung. Lemak yang menumpuk itu juga menyebabkan pembuluh darah menyempit dan menyebabkan tekanan darah tinggi atau istilahnya hipertensi.

Sewaktu dapat berjalan dengan normal, aku bisa menghadiri hingga enam acara sekaligus dalam satu minggu. Artinya, hanya ada satu hari dimana aku tidak datang ke pesta. Setelah puas makan di acara tersebut, tak lupa aku bungkus pula makanan-makanan itu, dan kuhabiskan tengah malam sambil lembur di depan komputer.

Wanita dewasa atau ibu-ibu yang paling besar terkena dampak buruk akibat kebiasaan makan malam berat di acara-acara seperti ini. Karena kami banyak memiliki acara, sama halnya sepertiku. Mulai dari orang nikah, ulang tahun, arisan famili, arisan kantor, hingga kegiatan pemuda semuanya kuikuti. Namun kegiatan tersebut merupakan hal yang positif, hanya saja kebiasaan menghidangkan dan menyantap makanan berat berupa daging-dagingan yang menjadikan kegiatan positif ini lebih beresiko tinggi terhadap timbulnya penyakit. Akulah buktinya, saksi yang masih berjuang bertahan hidup dan rela melakukan apa saja agar kehidupan lamaku kembali. Andai aku dapat memutar waktu kembali, aku tak akan memulai tabiat burukku dengan hanya mengikuti nafsuku akan makanan berat di malam hari. Rasa rakus yang ada dalam diri ini membuatku sangat tersiksa, dan tak bisa menyalahkan siapa-siapa selain aku sendiri. Jika aku berada di acara malam hari dan ada hidangan berat, tentu akan ku tahan atau hanya memakannya sesekali , atau hanya kuambil secuil dari makanan tersebut, atau hanya mengambil makanan penutupnya saja, seperti salad.
Fakta mengejutkan yang baru aku ketahui juga yaitu penderita hipertensi dan obesitas di Sulawesi Utara termasuk yang paling tinggi se Indonesia. Aku berpikir bahwa itu semua tak terlepas dari kebiasaan acara makan malam ini.

Aku mulai mencari tahu asal mula terjadinya kebiasaan makan malam berat ini. Ternyata kebiasaan ini sudah berlangsung lama, sebagai wujud rasa syukur masyarakat atau keluarga atas terjadinya sesuatu yang baik. Wujud rasa syukur ini dituangkan dalam bentuk hidangan pada syukuran tersebut. Hidangan itu bervariasi, mulai dari yang sederhana seperti ikan dan ayam hingga yang ‘wah’ seperti daging dan seafood.
Belum lagi tentang paradigma masyarakat yang selalu berpikir jika ada acara, berarti harus ada panstove berisi hidangan yang super lengkap. Mulai dari nasi, mie brenebon, ayam/ikan asam manis, sate, aneka daging dan seafood hingga ke hidangan penutup berupa puding fla, brownies, salad dan es buah. Itu semua tergantung dari keadaan ekonomi mereka yang empunya acara tersebut. Tetapi faktor penentu baik atau tidaknya acara disini bukan hanya tentang tempat (gedung atau halaman rumah atau pesta kebun), tetapi makanan adalah faktor penentu yang utama bagi masyarakat. Banyak masyarakat yang tidak memilih membuat acara di gedung mewah karena makanannya yang ‘katanya’ tidak enak.

Waah, bisa dibayangkan betapa rakusnya aku saat itu, tanpa merasa malu memakan segala jenis hidangan yang tersedia. Karena aku selalu berpikir untuk ‘harus merasakan semuanya’, demikian pula dengan pemikiran tamu undangan lainnya. Setiap kali memandang meja dengan panstove berbaris teratur, aku bagaikan manusia yang tak makan selama tiga hari. Bahkan aku biasa mengambil dua piring untuk memenuhi hasrat akan hidangan tersebut. Piring yang satu berisi nasi, ikan, ayam, daging dan sayur. Piring yang satunya lagi berisi makanan penutup, seperti puding, brownies, kelapartart, salad. Kedua piring saya selalu membumbung tinggi dipenuhi oleh beragam hidangan makanan. Saya juga mengambil es buah dan tentunya segelas air putih. Dan ini saya lakukan hampir setiap hari!

Saya sama seperti masyarakat pada umumnya yang belum menyadari akibat fatal dari makan makanan berat di malam hari. Ada pepatah yang mengatakan ‘mencegah lebih baik daripada mengobati’ yang dulunya sering saya anggap remeh, pada akhirnya menyesal seumur hidup karena telah menyepelekan pepatah itu.

Bagaimana dengan pemerintah? Karena tingkat kesadaran diri masyarakat yang rendah berbanding lurus dengan tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah juga tentang dampak dari makan berat di malam hari. Sama sepertiku, yang baru mengetahui setelah divonis oleh dokter. Tingkat kesadaran masyarakat harusnya bisa ditingkatkan dengan sosialisasi yang rutin dari dinas kesehatan/ instansi terkait. Apakah pemerintah sudah memiliki solusi terkait dengan kasus yang saya alami ini? Atau apakah Pemerintah juga belum sepenuhnya membuka mata akan kejadian ini?

“Semoga kalian bisa mendapat pelajaran dariku. Aku selalu mengikuti kemauan kerongkonganku tanpa sadar bahaya yang selama ini telah mengintai. Makan malam yang kalian sebut ‘wah’ itu sungguh tidak baik untuk kesehatan. Lihat saja aku sekarang. Kita diberi anugerah kehidupan hanya sekali, apalah arti uang jika kita hanya bisa terbaring di tempat ini, hanya bisa melihat raut wajah mengerut sedih pada keluarga dan orang terdekatmu. Kesehatan tidak bisa dibeli, hanya bisa dijaga.”
Kataku pelan kepada teman-teman kantorku.

Oh ya, perkenalkan namaku Nike. Wanita karir periang yang selalu gemar membuat orang lain tertawa, yang pada akhirnya hanya bisa menertawakan diri sendiri karena mengalami obesitas, hipertensi, dan penyakit jantung koroner akibat terlalu mendewakan makanan pada pesta di malam hari. Aku berharap tidak ada lagi kasus serupa sepertiku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEKURANGANKU

DARI LAUT YANG MENGUDARA