SAYA YANG SESUNGGUHNYA


Aku dan banyak dari kita pasti menginginkan ‘saya’ yang sesungguhnya. Kalian tidak perlu berbohong. Ya, berbohong pada mereka dengan berkedok orang paling bahagia karena memiliki pasangan yang sesuai, keluarga harmonis, atau orang paling sibuk karena banyaknya jadwal rapat/ agenda kegiatan, atau menjadi orang paling royal karena bisa membeli apapun yang diinginkan, ataupun dengan berbagai kedok-kedok lainnya.

Kedok bagaikan topeng yang kita pakai dalam aktivitas sehari-hari, terutama saat bersinggungan dengan orang lain. Sadar atau tidak, suka atau benci, inilah yang membuat orang-orang sekitar mulai memperhatikan. Dari pakaian apa yang kamu pakai, gaya rambutmu, cara berdiri, cara kamu berinteraksi dengan orang lain, komunitas yang kamu ikuti, prestasi yang telah kamu torehkan, hingga berbagai hal detail lainnya, dari sudut pandang mereka. Inilah yang disebut sebagai ‘reputasi’ atau ‘citra’ yaitu gambaran dirimu dalam benak orang-orang sekitar.

Tidak adil memang, jika mereka mematok reputasimu hanya berdasarkan apa yang mereka lihat dan tentunya itu hanya sebagian kecil saja dari keseluruhan dirimu. Misalnya, mereka menilai hanya berdasarkan postingan kita di media sosial, atau yang lebih parah lagi, berdasarkan perkataan dari orang lain.

Untungnya, ‘keadilan’ ini didukung dan sudah tertera dalam Injil Yohanes 7:24 yang berbunyi “janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimlah dengan adil.” Demikian juga dalam Q.S Al-Hujurat ayat 11 yaitu “hai orang-orang beriman, janganlah kaum lelaki daan perempuan mengolok-olok yang lain, karena boleh jadi yang diolok itu lebih baik dari mereka, dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan janganlah memanggil gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruknya panggilan adalah kefasikan sesudah iman, dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Dua sumber diatas sangat memberikan kekuatan positif untuk mereka yang berada diposisi ini. Posisi dimana semua yang mereka perbuat adalah salah dimata orang lain. Padahal, kita sebenarnya tidak tahu apa yang sedang terjadi pada mereka. Bisa jadi mereka sedang berusaha untuk perlahan-lahan melepas kedok yang sedang dipakai.

Menjadi ‘saya’ yang sesungguhnya memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena terdapat hal-hal sederhana yang harus dilaksanakan tapi cukup rumit untuk manusia. Aku tidak tahu apakah makhluk lain juga merasakan kesulitan yang sama, tapi intinya bagi manusia kebanyakan ini merupakan hal tersulit yang harus dilakukan. Seperti kata E. L. Doctorow, seorang novelis dari Amerika yang pernah menyampaikan sebuah kehidupan yang Ia inginkan adalah kebidupan yang sederhana, tanpa rahasia, dan menjadi diri sendiri dihadapan siapapun. Aku rasa, sampai disini kita bisa sepakat, bahwa menjadi ‘saya’ yang sesungguhnya adalah seperti yang dikatakan novelis tersebut. Ketiga hal ini (sederhana, tanpa rahasia, dan menjadi diri sendiri) sangat erat kaitannya dengan istilah kedok yang telah dibahas sebelumnya. Bahkan, sebagai simpulan dari kata-kata tersebut, menjadi ‘melepas kedok’.

Nyatanya, tindakan ‘melepas kedok’ tak sesederhana kedengarannya. Banyak orang yang mencoba dan bergulat dengan diri sendiri. ketika diri sendiri telah menerima bahwa pembawaan kita sehari-hari adalah kedok semata dan mulai mencoba untuk memperlihatkan wajah asli diri, tantangan selanjutnya adalah menerima hujatan yang tidak berkesudahan dari orang-orang sekitar, baik yang dekat maupun tidak, yang terlanjur memberi nilai reputasi diri kita sesuai kehendak mereka. Ini sangat rumit dan kompleks. Disaat seseorang tengah berjuang meyakinkan diri sendiri dan belum sepenuhnya menerima, lalu datang kritikan, hujatan, cemooh , dan kata-kata kasar dari orang-orang sekitar membuat mereka yang ada diposisi ini rentan mengalami depresi. Simpelnya, disaat aku tengah berkelahi dengan diri sendiri, datang serbuan orang-orang yang menyalahkanku. Tentunya aku terjatuh, terpukul mundur karena aku sendiri sudah tidak utuh lagi, melainkan terpecah antara aku (diriku yang sebenarnya) dan aku (diriku yang berkedok).

Tetapi sebagai penguatan lain saat ini adalah dengan mengutip Amsal 11:2 yaitu “Jikalau keangkuhan tiba, tiba juga cemooh, tetapi hikmat ada pada orang yang rendah hati.” Dan dari kata Paus Fransiskus yang pernah berkata “siapapun tidak akan bisa berkembang jika mereka tidak mengakui kekurangannya.” Yap! Untuk mengatasi pergulatan dengan diri sendiri, kita harus menerima bahwa ada sisi lain dalam diri kita. Setelah menerima, barulah kita bisa menguasai sebagian dari sisi diri kita tersebut. Selanjutnya, ketika menghadapi kritik yang tidak membangun dari orang-orang sekitar, kita harus tetap rendah hati, bukan rendah diri. Kita harus selalu optimis, bukan pesimis. Kita bisa menjadi apapun yang kita mau, terlepas dari segala penilaian orang dan reputasimu dimata mereka dan selama kita tidak merugikan siapapun, seperti kata Miley Cyrus dalam lagu We Can't Stop yang berbunyi "we run things, things don't run we. don't take nothing from nobody." Motivasi lain Juga ada pada lirik lagu Jessie J yang berjudul Who You Are, yang berbunyi "don't lose who you are, in the blur of the stars. Seeing is deceiving, dreaming is believing, it's okay not to be okay. sometimes it's hard to follow your heart, tears don't mean you're losing, just be true to who you are" Jangan menyimpan kesakitan itu terlalu lama, mengadulah kepada Yang Maha Kuasa segala permasalahan yang kita hadapi dan beban itu akan terasa ringan. Ada baiknya jika kamu memiliki teman sharing atau curhat yang bisa mendengarkan apapun dan kapanpun kamu membutuhkan. Ingat, bahwa kamu tidak sendirian di dunia ini, masih ada sangat banyak orang baik yang akan selalu mendukungmu. Jadilah kuat dan buktikan pada mereka melalui ‘kamu’ dimasa yang akan datang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEKURANGANKU

DARI LAUT YANG MENGUDARA

IKO GERGANTANG, MANYASAL KABLAKANG