NASIB CORONA

 

Pada penghujung tahun 2019 dunia dikejutkan dengan kemunculan virus baru di Kota Wuhan, China. Virus tersebut diidentifikasi sebagai virus Corona atau Serve Acute Respiratory Sindrome Coronavirus 2 (SARS-Cov-2) dan penyakit karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Awalnya virus itu hanya mewabah di kota tersebut, dan memakan banyak korban. Namun memasuki awal tahun 2020, virus ini semakin merambah ke berbagai belahan dunia hingga pada saat ini sedikitnya 4,7 juta orang yang positif, 1,7 juta sembuh, dan 315 ribu meninggal. Indonesia menempati urutan ke 33 diseluruh dunia dengan 18 ribu pasien positif, 4324 sembuh dan 1191 meninggal dunia.

Sangat cepat bukan? Itu karena virus ini menyebar melalui droplet (percikan ludah) penderita Covid-19 saat berbicara, batuk atau bersin dan terhirup oleh seseorang. Penyebaran secara tidak langsung melalui benda (uang, pakaian, dll) yang terkontaminasi droplet penderita Covid-19 dan langsung memegang hidung atau mata, tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Virus ini menginfeksi sistem pernafasan dan biasanya menetap di paru-paru, tetapi bisa hidup di semua bagian tubuh kita, melalui udara dalam darah yang dialirkan dari paru-paru dan dapat menginfeksi organ sehingga menyebabkan kerusakan organ.

Gejala yang dialami penderita bervariasi, mulai dari gejala ringan seperti flu biasa, hingga gelaja yang berat. Itu semua kembali pada sistem kekebalan diri. Orang dengan sistem imun yang baik hanya merasakan gejala ringan dan biasanya akan sembauh sendiri tanpa ada pengobatan khusus. Namun orang dengan sistem imun yang kurang baik akan membuat virus ini dengan cepat menyerang tubuh dan memerlukan bantuan medis.

Selain fisik, menjaga kesehatan mental/psikis juga penting agar tidak down ditengah pandemi ini. Banyak orang yang merasa cemas, takut dan khawatir berlebihan akan virus ini yang akhirnya mempengaruhi pola makan, perubahan waktu istirahat, kualitas tidur menjadi buruk dan berakibat pada penurunan sistem imun yang seharusnya berfungsi untuk melawan penyakit yang datang dari luar. Karena banyak orang yang mengabaikan kesehatan mental dan hanya mementingkan kesehatan fisik, membuat pencegahan terhadap virus Corona jadi tidak optimal. Meningkatkan kesehatan psikis dengan cara menciptakan rasa aman dan tidak overthinking dengan menyaring terlebih dahulu berita yang kalian baca dan pastikan dari sumber yang terpercaya,  tidak berlebihan dalam membahas pandemi ini didalam rumah, bersama keluarga, atau pada diri sendiri, perbanyak aktifitas positif seperti berolahraga, memasak, membaca buku, mendekorasi rumah, menanam tanaman dan kegiatan lain yang menyibukkan kalian selama stay at home ini berlangsung.

Media mainstream ikut mempelopori terjadinya gangguan kecemasan yang ada dengan menyiarkan berita-berita covid-19 yang ‘kurang berimbang’. Mengapa demikian? Karena menyiarkan berita yang sebenarnya tidak dterlalu dibutuhkan oleh masyarakat dan terkesan dibesar-besarkan. Masyarakat yang hanya menerima secara mentah akan sangat mudah terpengaruh. Sebagai contoh propaganda media yaitu saat menyiarkan beberapa oknum yang menggunakan sarung tangan medis hingga baju hazmat untuk berbelanja disuatu supermarket yang membuat masyarakat lebih khawatir lagi untuk keluar rumah jika tidak berpakaian seperti itu, dan menjadikan sarung tangan medis yang dibutuhkan oleh petugas kesehatan mengalami kelangkaan. Begitu pula dengan kasus handsanitizer dan masker medis yang menjadi langka dan harganya melambung tinggi karena ketakutan masyarakat saat itu yang berpikir bahwa pencegahan satu-satunya adalah dengan mengenakan masker medis dan menggunakan handsanitizer. Belum lagi panic buying masyarakat yang menyebabkan kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok seperti gula, popok bayi, dan lain lain. Itu semua terjadi karena peran media yang besar sukses mempengaruhi masyarakat.

Lantas apa upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani pandemic Covid ini? Pemerintah mengambil kebijakan untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dibandingkan dengan Lock Down seperti China, Italia, Prancis dan Spanyol. Keputusan itu sangat rasional mengingat Indonesia adalah negara berkembang yang penduduknya sebagian besar berada dalam kelas ekonomi menengah kebawah. Masyarakat harus mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, walaupun dalam segala keterbatasan. Upaya lainnya dengan membentuk Tim Gerak Cepat untuk pencegahan penyakit di pintu masuk tiap daerah, menunjuk sedikitnya 100 rumah sakit rujukan, penutupan transportasi udara dan laut untuk penumpang, mengkampanyekan untuk melakukan karantina mandiri, hingga insentif bagi para tenaga kesehatan yang sedang berjuang melawan virus corona.

Peran tenaga kesehatan sangatlah besar. Tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang berkualitas untuk membantu penanganan corona secara cepat dan tepat. Tenaga kesehaan tidak hanya sebatas dokter dan perawat, melainkan ada tenaga fasmasi, bidan, epidemiolog, psikolog, ahli gizi, dan lain sebagainya. Dokter dan perawat yang menangani secara langsung pasien covid, namun para epidemiologlah yang mendata persebaran virus berdasarkan orang, waktu dan tempat, menghitung jumlah yang terkena, menghitung seberapa besar dampak covid ini dan melakukan surveilens (proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematis agar dapat mengambil suatu kebijakan yang tepat). Belum lagi para tenaga kesehatan lain yang bertugas untuk melakukan sosialisasi pencegahan ke desa-desa, dari rumah ke rumah, dan dimobil-mobil dan para psikolog yang mendampingi pasien dan keluarga pasien. Tenaga kesehatan sebagai suatu kesatuan utuh yang bertujuan untuk mempertahankan masyarakat sehat agar tetap sehat dan mengobati masyarakat yang sakit.

Selain peran tenaga kesehatan, peran pemuka agamapun tak kalah pentingnya untuk menenangkan masyarakat disituasi seperti ini. Indonesia adalah negara beragama, yang membuat peran tokoh agama sangat penting. Masyarakat sangat menghormati keberadaan para pemuka agama, hingga ada pula yang lebih cinderung untuk mendengarkan perkataan dari mereka dibandingkan dengan para tenaga kesehatan. Disini peran tokoh agama menjadi sentral untuk menyejukkan masyarakat ditengah kepanikan, dan tidak berusaha menyampaikan hal yang berlawanan dengan pemerintah dalam upaya pencegahan corona. Sebagai contoh, umat Kristiani di seluruh Indonesia sudah tidak menyelenggarakan Ibadat/Ekaristi tiap minggu digereja, melainkan live streaming lewat sosial media, TVRI atau radio untuk meminimalisir kegiatan berkumpul bersama.

            Apakah pernah terpikir, ‘dari segala usaha yang dilakukan untuk memukul mundur penyebaran virus corona di Indonesia ternyata tidak berhasil dan virus itu akan menetap untuk jangka waktu yang lama?’ Itu jelas mengerikan tetapi peluangnya untuk terjadi cukup besar. sama seperti virus dengue pada nyamuk aedes aegypti yang menyebabkan demam berdarah telah ada sejak lebih dari 60 tahun yang lalu, dan virus HIV yang diyakini bertahan dari 100 tahun silam. Kedua penyakit ini masih sangat popular di Indonesia dan terdapat kasus baru disetiap tahunnya. Apakah corona tidak akan bernasib sama (tinggal dibumi untuk waktu yang cukup lama) dengan kedua virus tersebut? Jawabannya ada pada diri masing-masing orang. Apakah akan bekerja sama untuk melawan covid atau masa bodoh terhadap apapun.

            Seseorang yang acuh akan himbauan untuk meminimalisir kemungkinan penyebaran virus corona membuat para tenaga kesehatan dan semua yang telah berjuang merasa kesal dan kecewa karena menganggap kerja keras mereka tidak dihargai. Itu memang benar. Mereka mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan orang lain sementara sebagian orang berkerumun di tempat umum dan acuh terhadap himbauan. Jika situasinya berbalik seperti itu, apakah mungkin masyarakat akan dibiarkan ‘lepas’ begitu saja? Ataukah mereka sedang memikirkan opsi Herd Immunity? Itu adalah salah satu cara agar msyarakat menjadi ‘kebal’ terhadap penyakit dengan mengorbankan banyak orang. Jadi antibody seseorang terhadap virus corona akan terbentuk apabila berada disekitar orang-orang yang terkena covid-19. Sederhananya, yang terkuatlah yang akan bertahan hidup, karena diperkirakan tidak lebih dari 5% orang yang berhasil mengembangkan antibodinya sendiri. Itu salah satu konsep yang akan diterapkan dika mungkin pemerintah sudah menyerah terhadap warganya. Jadi maksudnya? Ya benar sekali. Itu mustahil untuk dilakukan, terlebih di negara ini karena pemerintah tidak akan menyerah dan membiarkan rakyatnya bertahan hidup dengan hukum rimba seperti itu.

Eits, tunggu dulu. Mustahil? Itu dalam pemikiranmu. Kemungkinannya masih ada walaupun kecil. Hahaha!!!

Kuncinya ada pada diri kita masing-masing. Sebagai garda terdepan melawan virus corona dengan melakukan pencegahan infeksi virus (menjaga kebersihan diri dan lingkungan, menggunakan alat pelindung diri, menjaga jarak aman dengan orang sekitar, menghindari kontak dengan penderita Covid-19) dan tetap mempertahankan kondisi psikis agar tidak mudah terserang penyakit. Semoga saja pandemi ini cepat berlalu dan semua bisa kembali berjalan dengan normal.

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEKURANGANKU

DARI LAUT YANG MENGUDARA

IKO GERGANTANG, MANYASAL KABLAKANG